Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah memberi warna baru di berbagai sektor kehidupan, tak terkecuali dalam dunia dakwah Islam. Di era digital yang serbacepat dan penuh tantangan, saya melihat AI sebagai peluang besar untuk memperluas jangkauan dakwah secara efektif, khususnya kepada generasi muda yang sangat akrab dengan teknologi.

Hari ini, banyak pendakwah muda yang memanfaatkan AI dalam proses penyusunan materi ceramah, pembuatan poster dakwah, hingga pembuatan subtitle otomatis untuk video. Teknologi ini mempercepat proses kreatif yang sebelumnya memakan waktu dan tenaga cukup banyak. Saya mengapresiasi langkah-langkah ini, karena menunjukkan adaptasi yang cerdas terhadap zaman.

Namun, saya juga menyadari bahwa penggunaan AI dalam dakwah bukan tanpa risiko. Teknologi ini bersifat netral — ia bisa membantu atau justru menyesatkan, tergantung siapa yang menggunakannya dan bagaimana cara penggunaannya. Karena itu, diperlukan pendampingan dari para ahli agama agar dakwah digital tetap sesuai dengan nilai-nilai Islam yang benar.

Baca juga :

Tidak ada artikel terkait.

Di masa pandemi COVID-19, kita sudah melihat bagaimana teknologi menyelamatkan kegiatan keagamaan agar tetap bisa berjalan. Saya meyakini, di masa depan, dakwah berbasis AI akan menjadi kebutuhan — bukan sekadar pilihan. Maka, santri dan para dai sejak dini perlu dibekali literasi digital dan pemahaman tentang etika menggunakan AI.

Kita tidak sedang menggantikan peran manusia dalam berdakwah, melainkan memperkuatnya. AI adalah alat bantu, bukan pengganti. Dengan pengawasan yang tepat dan pemahaman yang benar, teknologi ini bisa menjadi jembatan untuk menyampaikan pesan Islam yang rahmatan lil ‘alamin secara lebih luas dan tepat sasaran.

Sudah saatnya dakwah tidak hanya terdengar di mimbar masjid, tapi juga hadir di layar gawai, menjangkau hati umat lewat teknologi.

Oleh: Siti Misita/Mahasiswi UINFAS Bengkulu