Dalam beberapa pekan terakhir, warga Kabupaten Seluma, Bengkulu, menghadapi kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang makin parah. Di berbagai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan Pertashop, antrean kendaraan mengular sejak pagi hari. Sementara itu, harga BBM eceran di pasaran naik tajam, bahkan mencapai Rp 25.000 per liter.

Sabtu (24/5/2025), antrean panjang terlihat di Pertashop Kelurahan Dusun Baru, Kecamatan Seluma. Warga rela datang hanya untuk mendapatkan satu atau dua liter BBM yang kini semakin sulit diperoleh.

Kelangkaan tak hanya terjadi pada jenis Pertalite non-subsidi. Pertamax pun mulai menghilang dari rak-rak SPBU dan kios resmi. Suparno, warga Kecamatan Tais, menyebut keterlambatan pengerukan alur Pelabuhan Pulau Baai sebagai penyebab utama gangguan distribusi BBM ke wilayah mereka.

“Sudah lama antre tapi belum juga dapat. Informasinya karena pengerukan pelabuhan lambat, BBM-nya juga jadi terlambat dikirim,” keluh Suparno.

Menurutnya, pasokan BBM di kios-kios maupun Pertashop kerap habis hanya dalam hitungan jam. Banyak warga bahkan pulang dengan tangan hampa meski telah menunggu sejak dini hari.

“Kadang baru beberapa jam langsung habis. Banyak yang antre tapi tidak dapat,” lanjutnya.

Karena sulitnya akses ke BBM resmi, warga terpaksa membeli secara eceran meski harganya melambung. Di beberapa tempat, Pertamax dijual Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per liter. “Antre di SPBU lama, jadi orang lebih pilih beli eceran meski mahal,” katanya.

Hal serupa dirasakan Atun, warga Talang Beringin. Jarak tempat tinggalnya yang jauh dari pusat kota membuatnya harus menginap di rumah keluarga dekat SPBU agar tidak kehabisan stok BBM.

“Sudah sebulan ini saya kesulitan cari BBM. Kadang harus menginap di rumah saudara biar lebih dekat. Di tempat saya, kalau pun ada yang jual eceran, harganya sudah tidak masuk akal,” ujar Atun.

Ia berharap pemerintah daerah bersama Pertamina bisa segera mencari solusi atas krisis ini. “BBM sudah jadi kebutuhan pokok. Kami minta pemerintah turun tangan,” pintanya.

Distribusi Terhambat, Bukan Kelangkaan?

Sementara itu, Patra Ziro selaku pengelola kios BBM di Kecamatan Seluma, menyebut situasi ini lebih tepat disebut keterlambatan pengiriman, bukan kelangkaan. Ia menjelaskan bahwa distribusi terganggu akibat pengerjaan pelabuhan yang belum rampung, serta pengiriman BBM yang hanya melalui jalur darat.

“BBM tetap kami pesan seperti biasa, tapi karena distribusinya lewat darat dari Linggau, sering terjadi keterlambatan. Ini yang bikin pasokan tak menentu,” jelas Patra.

Menurutnya, Kabupaten Seluma memiliki empat SPBU utama di wilayah Sukaraja, Tais, Talo, dan Sendawar. Salah satu contohnya, SPBU di Tais biasanya menerima pasokan sebanyak 35 ton dalam sekali kirim, termasuk Pertamax, Bio Solar, Dexlite, dan Pertalite.

“Masalahnya, pasokan tidak datang serentak ke semua SPBU. Akibatnya, warga dari berbagai kecamatan menumpuk di satu lokasi,” katanya.

Pihaknya pun berusaha mempercepat proses permintaan pasokan agar BBM bisa kembali tersedia secara rutin dan mengurangi keresahan masyarakat.

“Kami sedang mengupayakan agar pengiriman bisa lebih lancar. Tapi kami belum tahu pasti kapan stok berikutnya datang,” tambahnya.

Kelangkaan ini berdampak besar pada aktivitas masyarakat, terutama para petani dan nelayan yang menggantungkan hidup dari pasokan bahan bakar. Ironisnya, di tengah krisis, masih terlihat praktik pengumpulan BBM menggunakan jerigen oleh oknum tertentu.