Humas MK Fajar Laksono saat memberi keterangan pers, 22 April 209, poto/Indo Barat

Indo Barat –  Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa Pilpres tahun 2019 kini tengah jadi sorotan. Sidang yang katanya ‘penentu nasib bangsa’ itu bahkan menjadi tranding topik di jagat maya. Demikian pula dengan obrolan darat yang banyak tersita oleh agenda persidangan itu. 

Berbagai sudut ditelisik publik termasuk materi gugatan antara para pihak yang sedang bersengketa. Seperti diketahui, salah satu sisi yang ramai diperbincangkan publik adalah materi gugatan BPN yang menyoal persyaratan calon KH Ma`ruf Amin sebagai Cawapres 01.   

Tim BPN meminta MK mendiskualifikasi Ma`ruf Amin karena persyaratan pencalonannya dinilai cacat hukum, Tim BPN menyebut, Kiyai Ma`ruf masih berstatus komisaris di dua anak perusahaan BUMN sedangkan menurut UU Nomor 7 tahun 2015 tentang Pemilihan Umum calon presiden dan wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatan BUMN. 

Menarik disimak, ternyata persoalan persyaratan calon pernah digugat di sidang MK saat sengketa pilkada Bengkulu Selatan Tahun 2008 lalu. Saat itu Pilkada Bengkulu Selatan diikuti 8 pasang calon termasuk Gubernur Bengkulu saat ini Rohidin Mersyah yang berstatus calon wakil bupati dari Reskan Effendi. 

Pilkada Bengkulu Selatan 2008 diikuti 8 pasang calon yaitu, Ramlan Saim – Rico Dansari (1), Hasmadi Hamid-Parial (2), Gusnan Mulyadi – Gunadi Yunir (3), Suhirman Madjid-Isurman (5), Ismilianto – Tahiruddin (6), Dirwan Mahmud-Hartawan (7), Reskan Effendi-Rohidin Mersyah (8), Bastari Uswandi – Wirin (9) 

Berdasarkan Keputusan KPU Kabupaten Bengkulu Selatan Nomor 59 Tahun 2008 tertanggal 10 Desember 2008  pilkada Bengkulu Selatan dimenangkan pasangan Dirwan Mahmud-Hartawan dengan perolehan suara 39.069 suara diikuti pasangan Reskan Effendi-Rohidin Mersyah dengan perolahan 36.566 suara. 

Atas hasil itu, pasangan Reskan Effendi-Rohidin Mersyah menggugat hasil pilkada ke MK. Dimana, salah satu materi gugatan pasangan Reskan Effendi-Rohidin Mersyah adalah persyaratan pencalonan Dirwan Mahmud yang dinilai tidak memenuhi syarat. Pencalonan Dirwan Mahmud sebagai bupati BS disebut cacat hukum karena pernah menyandang status narapidana.  

Baca juga: Diskusi Menanti Putusan MK, Rahimandani: Keputusan MK Final Demokrasi

“Termohon (KPU) secara sengaja dan melawan hukum telah membiarkan seorang Calon Kepala Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan Pasangan Calon Nomor Urut 7 atas nama H. Dirwan Mahmud, S.H., yang pernah menjalani hukuman penjara sekitar 7 tahun di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Jakarta Timur […] yang melanggar Pasal 58 huruf f UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atau pun melanggar peraturan perundang-undangan lainnya terkait Pemilukada” Demikian salah satu bunyi gugatan pasangan calon Reskan Effendi-Rohidin Mersyah yang tertuang dalam putusan MK Nomor 57/PHPU.D-VI/2008.

Pokok persoalan kuasa hukum Reskan Effendi-Rohidin Mersyah adalah syarat pencalonan Dirwan Mahmud yang tidak memenuhi syarat sebagai calon bupati. Masalah itu dituangkan dalam poin pertama gugatan Reskan-Rohidin ke MK, setelah itu diikuti poin lainnya berupa praktek money politic, intimidasi, DPT, dan perbuatan lain yang disebut melanggar. 

Diluar kebiasaan, Hakim MK yang digawangi Prof Mahfud MD mengabulkan gugatan materi persyaratan calon yang diajukan pasangan Reskan Effendi-Rohidin Mersyah. MK membatalkan putusan KPU tentang hasil Pilkada Bengkulu Selatan dan memerintahkan KPU untuk menggelar pilkada ulang (putaran III)  tanpa diikuti pasangan Dirwan Mahmud-Hartawan. 

“Pihak Terkait H. Dirwan Mahmud terbukti tidak memenuhi syarat sejak awal untuk menjadi Pasangan Calon dalam Pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan karena terbukti secara nyata pernah menjalani hukumannya karena delik pembunuhan, yang diancam dengan hukuman lebih dari 5 (lima) tahun” Demikian kutipan pada bagian konkulusi putusan MK Nomor 57/PHPU.D-VI/2008.

Putusan MK tersebut sempat menuai kontroversi karena berbagai kalangan menilai kewenangan tersebut bukanlah ranah MK. Prof HS Natabaya yang dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang tersebut mengatakan, kewenangan tersebut bukan domain MK masalah tersebut seharusnya diadili di peradilan umum, PTUN. 

Sejalan dengan HS Natabaya, kuasa hukum KPU Bengkulu Selatan saat itu, Usin Abdisyah Putra Sembiring mengatakan kalau MK telah melampaui batas kewenangannya selaku lembaga hukum yang menangani sengketa Pilkada. 

“Berdasarkan Peraturan MK No 15 Tahun 2008 yang ditangani MK adalah soal selisih suara, tetapi yang dipersoalkan dalam pertimbangan hakim adalah status Dirwan Mahmud yang pernah menjadi narapidana di Lapas Cipinang” Demikian kata Usin Abdisyah Putra Sembiring, dikutip dari hukumonline.com

Kontroversi juga datang dari sesama hakim MK adalah Achmad Sodiki yang membuat Dissenting Opinion atas putusan itu. Achmad Sodiki berpendapat penerapan pelanggaran persyaratan calon pilkada yang dimaksud dalam pasal 58 huruf f UU 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah hendaknya tidak diterapkan secara rigid melainkan harus berorientasi pada kearifan (wisdom)  

“Asas praduga tidak bersalah yaitu seseorang tidak bisa di katakan bersalah kecuali atas putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Atas dasar pembuktian itulah, maka pencalonan seseorang sebagai Kepala Daerah dapat dibatalkan karena yang bersangkutan tidak memenuhi syarat” kutipan Disseting Opinion Ahmad Sodiki dalam putusan MK Nomor 57/PHPU.D-VI/2008.

Namun, kontroversi itu hanya sebatas pendapat terkait putusan MK yang dinilai tidak lazim. MK sudah membacakan putusanya yang dipimpin Prof Mahfud MD dengan amar putusan mediskualifikasi saudara Dirwan Mahmud sebagai calon bupati karena tidak memenuhi syarat pencalonan. 

“Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bengkulu Selatan untuk menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang yang diikuti oleh seluruh pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kecuali Pasangan Calon Nomor Urut 7 (H. Dirwan Mahmud dan H. Hartawan, S.H.) selambat-lambatnya satu tahun sejak putusan ini diucapkan” Kutipan poin ketiga amar putusan MK sengketa pilkada Bengkulu Selatan 2008  

Reporter: Riki Susanto
Editor : Freddy Watania